Sistem pemerintahan Indonesia sendiri dapat kita
telusuri melalui UUD 1945, dimana secara jelas dalam Bab I Pasal 1 (3)
disebutkan bahwa, “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sedangkan paska
reformasi 1998, Indonesia telah memasuki tahap baru dalam demokrasinya. Setelah
sekitar 32 tahun di bawah bayang-bayang demokrasi semu, warga negara Indonesia
dapat mengecap indahnya ”fasilitas premium” demokrasi yaitu kebebasan
berpendapat serta pemilihan umum langsung (sejak 2004). Demokrasi yang
merujuk pada hukum sendiri merupakan bentuk dari demokrasi konstitusional.
Indonesia merupakan sebuah Rechtstaat (negara hukum), bukan Machtstaat yang
merupakan negara dengan berdasarkan kekuasaan saja.
Demokrasi Konstitusional sendiri memiliki ciri tersendiri,
yaitu terbatasnya kekuasaan pemerintah serta tidak dibenarkannya tindakan
sewenang-wenang pemerintah kepada masyarakat.[3] Kedua hal itu termaktub secara
gamblang dalam konstitusi, yang menjadi acuan bagi pemerintah.[4] Ciri tersebut
memiliki nafas yang sama dengan pernyataan Lord Acton, “power tends to corrupt,
absolute power corrupts absolutely” (manusia yang memiliki kekuasaan cenderung
akan menyalahgunakannya, dan apabila manusia memiliki kekuasaan yang absolut
atau tidak terbatas, tentunya akan disalahgunakan”. Pemisahan dan/
pembagian kekuasaan, sehingga kekuasaan tidak terpusat hanya pada satu lembaga
atau individu, dalam prakteknya di Indonesia dapat dilihat melalui tiga lembaga
negara utama yang berperan dalam menjalankan roda pemerintahan, yaitu eksekutif
(presiden), legislatif (DPR dan MPR) serta yudikatif (MA).
Sama halnya dengan sang induk, demokrasi konstitusional juga
berkembang merespon pada tuntutan zamannya. Setelah pada abad 19
menitikberatkan pada penegakan hukum serta HAM, dalam perkembangannya dewasa
ini, terdapat syarat-syarat bagi penyelenggaraan demokrasi konstitusional,
yaitu:
1. perlindungan konstitusionil, yang mencakup perlindungan
terhadap hak-hak individu serta prosedur untuk memperoleh perlindung
tersebut
2. badan kehakiman yang bebas dan tidak
3. pemilihan umum yang bebas
4. kebebasan untuk menyatakan pendapat
5. kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi
6. pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Ciri-Ciri Negara dengan Sistem Konstitusional
1. Demokrasi
2. Nasionalisme
3. pengaturan terhadap kekuasaan-kekuasaan yang ada dalam negara dan hubungannya dengan masyarakat
4. jaminan hak asasi manusia
5. kewenangan yang diatur dan jelas mengenai lembaga-lembaga keuasaan sehingga tidak terjadi abuse.
2. Nasionalisme
3. pengaturan terhadap kekuasaan-kekuasaan yang ada dalam negara dan hubungannya dengan masyarakat
4. jaminan hak asasi manusia
5. kewenangan yang diatur dan jelas mengenai lembaga-lembaga keuasaan sehingga tidak terjadi abuse.
6. ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang
bersifat fundamental
7. adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental
7. adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental
Kedaulatan Tertinggi Berada di Tangan Rakyat
Teori kedaulatan rakyat menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi berada
di tangan rakyat. Rakyat memberikan kekuasaannya kepada penguasa untuk
menjalankan pemerintahan melalui sebuah perjanjian yang disebut kontrak social.
Penguasa negara dipilih dan ditentukan atas kehendak rakyat melalui perwakilan
yang duduk dalam pemerintahan.
Demikian pula sebaliknya, penguasa negara harus mengakui dan
melindungi hak-hak rakyat serta menjalankan pemerintahan berdasarkan aspirasi
rakyat. Apabila penguasa negara tidak dapat menjamin hak-hak rakyat dan tidak
bisa memenuhi aspirasi rakyat, maka rakyat dapat mengganti penguasa tersebut
dengan penguasa yang baru. Penganut teori ini adalahSolon, John Locke, Montesquieu dan J.J.
Rousseau. Teori kedaulatan rakyat hampir diterapkan di seluruh dunia, namun
pelaksanaannya tergantung pada rezim yang berkuasa, ideologi dan kebudayaan
masing-masing negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar